Aku sudah lama tidak pernah
menyimpan perasaan terhadap seseorang, maaf, maksudku, aku belum sempat untuk
menyimpan hatiku ini kepada orang yang tepat. Selama aku hidup di semesta ini,
tidak hanya sekendar menikmati dunia ini saja, tapi aku telah menemukan cinta
yang tak akan pernah bisa aku dapatkan selain bersama mereka. Sejak aku duduk
di bangku sekolah, baru kali ini aku menemukan mereka, yang aku sebut sebagai
“Teman” atau bahkan lebih dari teman, sahabat mungkin. Di antara mereka ada
salah satu lelaki yang sangat membuatku kesal, kadang juga ia membuatku bahagia
setelahnya, selalu begitu yang ia lakukan, hmm, maksudnya kami rasakan. Di
sekolah tiada hari tanpa perdebatan, karena hanya dengan perdebatan kami bisa saling
berinteraksi, saling mengutarakan pendapat (perasaan).....
Kita tidak satu kelas, tetapi
sahabatkulah yang kebetulan satu kelas dan duduk sebangku dengannya. Setiap
mereka sedang mengobrol di waktu istirahat, aku selalu menganggu, bukan
menganggu sih, aku hanya ingin ikut bercanda dengan mereka, lebih tepatnya dia.
“Ngapain sih lu pesek ke sini? Nggak punya temen
bukan?” Kata itulah yang selalu keluar pertama kali darinya setiap aku
menghampirinya ke dalam kelas.
“Punya, tuh *sambil menunjuk sahabatku*”. Jawabku
dengan matang.
“Yakin lu punya temen kayak dia?” Tanyanya kepada
sahabatku dengan tampang yang super menyebalkan.
“Aaaaah. Bukan cuma dia kok temen gue, tapi kita
semua adalah persahabatan bagai kepompong kan... *lanjutnya sambil menyanyikan
lagu Sindentosca – Kepompong*
“Udah deh sana lu balik ke kelas, ngapain ada di
sini” Ketusnya terhadapku
“Yaudah sih biarin aja, masalah buat mantan lu?”
Jawabku sambil menyindir tentang mantannya yang kebetulan paling cantik di
sekolah kami.
“Apa sih lu, basi tau gak. Masih nggak ngerti juga
kalau gue udah nggak suka lagi sama dia?” Ia mulai kesal jika sudah membahas
mantannya tersebut.
“Bodooooo!” Ketusku di depan mukanya.
“Dasar lu, udah jomblo nggak jelas pula hidupnya”
Ucapnya kepadaku sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Heh kalo ngomong biasa aja dong! Gue bakal
buktiin ya, kalau gue udah gede, gue pasti sukses dan bahagia! Catet” Kataku
sambil menunjuk-nunjuk ke arahnya.
“Amin-in dulu aja kali ya...” Katanya.
“Iya, kan untuk masa depan kita......” Lanjutku
sambil tertawa geli.
Saatku bilang begitu,
seketika ia diam sambil menahan tawa, akhirnya pun ia tertawa juga...
“Dasar lu peseeeeeeek!” Ia pun mengalihkan
pembicaraan.
****
Kita selalu begitu, dan kadang
juga sangking kesalnya ia kepadaku, ia sempat berbuat kasar, bukan kasar dalam
memukul, tapi perkataannya yang diringi dengan menekan hidungku sampai merah...
“Dasar lu peseeek, gua dong mancung. Wlee” Ucapnya
sambil menekan hidungku sampai merah.
“Sekasar-kasarnya gue sama lo, nggak pernah gue
sekasar lo ya. Najis kasar!” Kataku yang marah beneran.
Aku pun meninggalkannya ke
arah depan pintu kelas dan beberapa detik kemudian, ia menghampiriku lalu
mencubit-cubit kecil pipiku sambil berkata...
“Maafin akuuuu maafin akuuuu” . Ucapnya dengan
muka sedih-sok imutnya.
Aku hanya bisa tersipu
malu atas permintaan maafnya kepadaku, mungkin terdengar sederhana, tapi aku
tetapkan hari itu sebagai hari terindah dalam hidupku....
****
Aku tak pernah tau seperti apa itu cinta, tapi saat bersamanya,
aku bahagia.
Entah sejak kapan perasaan tidak
mau jauh dan tidak mau kehilanggannya ini tumbuh, setiap berada di dekatnya
walaupun terlihat seperti kucing dan anjing, jujur aku sangat menikmati setiap
moment itu terjadi. Aku pun juga tidak tau apakah dia merasakan hal yang sama
sepertiku sekarang ini, sekarang aku hanya bisa terus seperti ini, aku tidak
mengerti dengan diriku, aku ini hanya sekedar penasaran saja atau aku memang
telah menemukan orang yang pantas untuk aku berikan semua rasa kasih sayangku
kepadanya, aku tidak mengerti.
****
Selain selalu mengejek dan saling
memuji diri sendiri, bahan yang paling harga mati bagiku adalah ketika aku
harus membahas tentang mantannya, agar aku tetap bisa terus berinteraksi
dengannya...
“Dasar lu jomblo yang nggak bisa move on dari
mantannya, makanya nggak usah sok ganteng!” Kataku memulai membahas mantannya
tersebut.
“Alay tau nggak lu. Basi banget ngebahas mantan,
elu boleh tanya sama dia apa gua masih ngarep-ngarep sama dia, atau dia yang
masih ngarep-ngarep sama gua? Silahkan tanya!” Emosinya pun memuncak...
“Kalo gitu, coba jawab pertanyaan gue sambil liat
mata gue”
“AYO!”
“Masih sayang kan sama dia?” Tanyaku cepat.
“Gak”
“Sayang kan sama dia?”
“Gak”
“Yakin nggak sayang sama dia?”
“Yakin”
“Jujur, masih sayang kan sama dia?”
“GAAAAAK!!!”
Berkali-kali aku tanya
seperti itu, hingga akhirnya aku bertanya yang beda padanya...
“Sayang kan sama gue???????”
Di situ ia langsung diam
tanpa bisu, antara menahan amarahnya dan ingin tertawa geli di depanku.
Dan ia pun hanya menjawab,
“Elu sayang kan sama gue?”
“Tuh kan bener, yang ngarep siapa sekarang....”
Kataku kepada orang yang saat itu memperhatikan pembicaraan kami.
Setelah pembicaraan itu,
kami berdua saling pergi meninggalkan.
****
Seperti apa yang aku ingat semua
tentangmu, di saat itu juga aku merasa bahagia. Apa itu tidak cukup untuk
membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku memang merasa nyaman di dekatmu,
atau aku jujur bahwa aku sudah mulai menyanyangimu lebih dari seorang teman yang
seperti musuh.
Walaupun kami sering berdebat,
tapi itulah yang membuat kami saling mengenal lebih dekat. Kami tidak melulu
berdebat, kami pun berkumpul bersama dengan yang lain bercerita-cerita, tertawa
bersama, dan mengukir mimpi bersama-sama. Semakin hari kami semakin dekat, aku
tidak tau, apa yang selanjutnya terjadi, apa yang selajutnya aku dan kamu
lakukan agar menjadi “Kita”. Aku sedang berusaha mengumpulkan banyak kenangan
bersamamu, walaupun kadang aku masih berlindung kepada rasa gengsiku yang
tinggi ini.
Aku hanya bisa mengingat semua
kenangan di setiap kita lalui sama-sama, agar suatu saat nanti aku dan kamu kalaupun
pada akhirnya tidak bisa menjadi “Kita” setidaknya aku masih menyimpan
semuanya, iya, semuanya.
Aku tidak mau terlalu jauh untuk
terus berharap kepada perasaanku sendiri ini, tapi aku hanya ingin merasakan
yang namanya disayangi dan menyayangi, aku hanya ingin jatuh cinta
pelan-pelan karena aku hanyalah seorang secret admirer...
Tadinya, yang tau perasaan ini
hanyalah aku dan Tuhan, tapi aku pun sudah tidak tahan lagi menyimpannya
seorang diri, aku berbagi cerita kepada teman dekatku yang sangatlah dekat
dengan dia orang yang aku sayang. Aku kira temanku akan kaget mendengar semua
ceritaku, ternyata ia tidak kaget sama sekali, karena ia bilang bahwa dirinya
sudah bisa membacanya dari bahasa tubuhku saat berinteraksi dengannya. Temanku
tidak kaget, ia hanya sedih sekali mendengar ceritaku, ia bilang “Gue kira, kita bakalan terus jadi temen tanpa ada yang
menyimpan perasaan lebih satu sama lain, tapi ternyata perkiraan gue meleset. Semangat
ya, kalian berdua cocok kok, sekarang biarkan semesta yang menentukan seperti
apa nanti akhir dari cerita ini, sekarang lo cukup untuk berjuang buat dia”.
****
Di setiap waktuku, hanya ada dia.
Seseorang yang telah membuatku mengerti bahwa setiap detik dalam hidupku
sangatlah berarti, terutama sesaat bersamanya...
Entah, aku yang salah, waktu yang
salah, perasaan ini, atau pertemuanku dengannya yang salah? Aku tidak tau, tapi
aku selalu berdoa agar kita berdua mendapatkan kebahagian yang di inginkan....
Pertanyaan terbesarku saaat ini
adalah: Apakah ia juga merasakaan perasaan yang sama
sepertiku?
Lanjut atau tidaknya
perjuangan ini, hanya waktu yang terlepas dari gengsi lah yang bisa menjawab
semua perjuangan ini....
Nb: Ini hanya cerita karangan bercandaan kok, jangan di seriusin nanti sakit...